Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2025

Untuk Bintang Kecilku, Diandra..

Empat tahun lalu, dunia ini menjadi lebih terang karena kehadiranmu. Kamulah cahaya yang menuntunku keluar dari gelap. Kehadiranmu mengajarkanku tentang cinta tanpa syarat. Seringkali dalam diam aku tersadar, ada bidadari kecil yang selalu menanti pelukanku menghampirinya. Kamu tumbuh menjadi anak yang kuat, ceria, dan pintar. Nak, dunia mungkin tidak selalu ramah.. namun tenanglah, Mama akan selalu berada disampingmu. Mama akan selalu ada—untuk menggenggam tanganmu, memelukmu, dan menyemangati setiap langkah kecilmu. Kelak jika kamu membaca ini, ingatlah satu hal: Kamu adalah alasan Mama tersenyum, dan alasan Mama percaya bahwa cinta sejati itu nyata. Dirimu dibesarkan dengan penuh cinta kasih. Dirimu berharga. Tuhan, izinkan bidadari kecil ini tumbuh dengan lebih banyak kebahagiaan dan keberuntungan dalam hidupnya. Dengan seluruh cinta dan doa, - Mama -

Rumah Itu Bernama Mama

Di dunia yang kadang berubah arah, Kau tumbuh di pelukku, tak pernah lelah. Mereka datang membawa tawa sesaat, Tapi pulangmu... selalu ke tempat yang hangat. Banyak hal yang bisa membuatmu senang, Tapi hanya hatiku yang hapal setiap tangismu yang hilang. Tak perlu kau bilang sayang, Pelukmu cukup menjadi terang. Jika dunia bingungkanmu suatu hari nanti, Ingatlah siapa yang selalu berdiri. Bukan yang hanya hadir saat langit cerah, Tapi yang memayungi saat badai menerpa arah. Rumah itu bukan gedung tinggi atau taman luas, Rumah itu… adalah tangan Mama yang tak pernah lepas. - D-

Hati Perempuan

Waktu itu aku tahu kamu ada. Bukan dari pengakuan, tapi dari jejak-jejak yang tak bisa dibohongi.  Hati perempuan selalu tahu saat ia dikhianati — dan lebih sakitnya lagi, saat pengkhianatan itu dipelihara dan dijadikan hubungan baru. Aku bisa saja marah. Bisa saja ku tumpahkan semua amarahku kepadamu. Tapi anehnya, aku bersikap tenang. Bukan karena aku tidak sakit. Tapi karena aku tahu, amarahku tak akan membuatmu mengembalikan apa yang sudah kamu ambil. Bahkan mungkin kehancuranku adalah kebahagiaan yang dinantikan . Aku memilih diam, bukan karena lemah. Tapi karena aku tahu, siapa yang perlu disalahkan. Bukan kamu sepenuhnya — meskipun kamu tahu dia sudah beristri. Tapi yang paling bertanggung jawab adalah dia: laki-laki yang seharusnya menjagaku, malah membuka pintu buatmu masuk dan duduk di tempatku. Sekarang kalian bersama. Dan mungkin kalian bahagia. Tapi aku percaya, rumah yang dibangun dari luka orang lain takkan pernah benar-benar damai. Aku mungkin tak mengutukmu. Tap...

Untuk Diriku yang Terluka, Tapi Tak Terkalahkan

Aku tahu rasanya disisihkan. Melihat mereka yang mengkhianatiku malah tertawa bahagia, hidup berkelimpahan, dan anakku ikut tersenyum saat dirangkul oleh orang yang dulu menghancurkan rumahku. Sakit itu nyata. Aku tidak akan pura-pura kuat. Tapi aku juga tidak akan tenggelam dalam luka yang mereka tinggalkan. Karena aku tahu... aku bukan orang yang lari. Aku adalah orang yang tetap tinggal saat badai datang. Aku adalah ibu yang tetap berdiri, bahkan saat dunia menganggapku tidak cukup. Mereka mungkin merasa menang. Mereka mungkin merasa berhasil mendapatkan yang mereka mau. Tapi aku tahu, cinta sejati bukan yang datang saat nyaman, tapi yang tetap tinggal saat sulit. Anakku, jika suatu hari kamu membaca ini, ketahuilah: aku tidak sempurna. Tapi aku memilih diam dan berjuang, bukan karena lemah, melainkan karena aku ingin kamu tumbuh dalam cinta, bukan kebencian. Kalau kamu tertawa saat bersama ayahmu, aku tidak akan cemburu. Karena bahagiaku bukan dari siapa yang...

Pantai

Langkahku tenang di pasir yang basah.. Tangan kecil buah hatiku menggenggam erat jemariku. Lelaki yang dulu kupanggil suami, menggenggam tangan anak yang sama.  Di belakangku, kau melangkah…  Kau boleh ada di sana, tapi tak pernah akan sejajar.  Karena cinta yang sejati tak lahir dari luka orang lain.  Dan aku… tetap ibu dari cahaya kecil ini—yang tahu siapa pelindung, siapa pendamping, dan siapa bayang-bayang

Bertambahnya Usia

Selamat ulang tahun, aku. Terima kasih karena telah bertahan sejauh ini. Menuju lima tahun bukan waktu yang singkat, apalagi harus menjalaninya sebagai seorang ibu tunggal. Begitu banyak hal yang sudah kau lalui. Begitu banyak ujian perlahan kau lewati.  Tapi kau tetap berdiri. Kau tetap selalu berusaha jadi ibu terbaik untuk anakmu, walau dunia tak selalu adil. Hari ini, rayakanlah bukan hanya bertambahnya usia—tapi kekuatanmu. Rayakan luka-luka yang perlahan sembuh. Rayakan air mata yang tak sia-sia. Dan rayakan untuk cinta terbesar: cinta untuk dirimu sendiri dan cinta untuk anakmu. Terima kasih, diriku. Karena tetap hidup, tetap waras, tetap berjuang. Kamu luar biasa. Dan kamu pantas bahagia.

Untuk Anakku...

Untuk Anakku yang Hebat, Sejak usia 8 bulan, kamu sudah belajar menjadi kuat tanpa kehadiran ayah yang memilih jalan lain. Tapi kamu tumbuh luar biasa—penuh tawa, semangat, dan kasih sayang. Mama ingin kamu tahu, kamu bukan kurang. Kamu lebih. Kamu bukti bahwa luka bisa melahirkan cahaya, bahwa kehilangan bisa diganti dengan cinta yang lebih besar. Terima kasih sudah menjadi anak yang begitu hebat. Kamu adalah alasan Mama terus berdiri, terus berjuang, dan terus percaya bahwa hidup tetap bisa indah. Kamu tidak sendiri, Nak. Selalu ada Mama—teman setia, pelindungmu, dan penyemangatmu, selamanya. Dengan cinta yang tak pernah habis, Mama

Untukmu, Perempuan Itu..

Lihatlah aku sekarang. Aku tidak datang untuk siapa-siapa, hanya untuk anakku. Tapi tetap, aku hadir dengan tenang, percaya diri, dan utuh. Aku tidak datang untuk bersaing, karena aku tidak butuh pembuktian. Aku sudah menang saat aku memilih menjadi ibu yang penuh kasih dan tetap menjaga martabatku. Kau mungkin mengamatiku diam-diam, tapi yang kau lihat bukan perempuan lemah yang pernah disakiti. Yang kau lihat adalah aku—yang tetap berdiri kuat, yang tahu batas, yang tahu cara mencintai tanpa harus merebut. Aku tidak iri, tidak ingin kembali, dan tidak menyimpan luka yang membuatku rendah. Aku tahu posisiku, dan aku nyaman di dalamnya. Aku tidak mengambil apa pun darimu, karena aku tidak butuh apa yang kamu punya. Aku sudah punya cukup: diriku sendiri dan anakku—dan itu tak ternilai. Dari aku, Ibu yang sangat mencintai anaknya.

Untuk kamu, Ayah dari anakku...

Aku menulis ini bukan karena ingin berdebat, apalagi memperebutkan sesuatu. Aku menulis ini karena aku lelah memendam semuanya sendiri. Dulu aku bertahan dalam pernikahan kita — bukan karena cinta yang masih utuh, tapi karena aku percaya, anak kita pantas tumbuh dalam keluarga yang utuh. Tapi ketika aku berjuang menjaga itu, kamu bilang: “Gampanglah, nanti bisa VC aja.” Kamu anggap kebersamaan dengan anak bisa digantikan layar. Padahal aku tahu, dan kamu pun tahu, seorang anak butuh lebih dari sekadar suara. Dia butuh pelukan, kehadiran, dan rasa aman. Sekarang setelah semua sudah kamu pilih — kebebasanmu, kehidupanmu, bahkan orang lain — kenapa kamu masih merasa perlu memperebutkan anakku? Mengklaim seolah-olah dia ingin tinggal denganmu, padahal dia tidak pernah berkata begitu. Kamu tidak hadir, tidak bertanya kabarnya dengan tulus, tapi tiba-tiba menganggap dirimu tokoh penting dalam hidupnya. Aku tidak akan berperang denganmu. Aku tidak akan memaksa anak untuk mencintai siapa pun. ...

Love you, Andra.

Halo anakku.. Terima kasih ya kalau skrg kamu udah bisa baca tulisan mama. Nak, mama sayang sekali sama Andra. Begitu banyak hal ingin mama tuliskan untuk Andra. Tapi rasanya semua tidak akan cukup untuk bisa ungkapkan betapa sayangnya mama ke Andra. Nak, di usia kamu yg ke 4 tahun ini, kamu sudah tumbuh dengan pikiran yg begitu kritis. Banyak hal yang kamu tanyakan ke mama. Salah satu pertanyaan yang pada akhirnya bikin mama kembali berpikir dan merubah sikap mama adalah saat beberapa kali ayahmu berkunjung ke rumah ninin utk ketemu kamu. Setelah kunjungan ke sekian kamu bilang "mama malu ya kalau ketemu ayah? kok setiap ada ayah mama ga pernah keluar kamar?" Aku tertegun. Anakku sudah mulai bisa membaca situasi :'). Sejujurnya, mama bukan malu, Nak. Mama hanya menjaga batasan yg seharusnya untuk ayahmu. Tujuan ayahmu datang adalah untuk kamu, kewajibannya hanya untuk kamu. Tapi situasi ini pada akhirnya membuatku tersadar bahwa selama ini kamu diam bukan berarti kamu ga...