Aku menulis ini bukan karena ingin berdebat, apalagi memperebutkan sesuatu. Aku menulis ini karena aku lelah memendam semuanya sendiri.
Dulu aku bertahan dalam pernikahan kita — bukan karena cinta yang masih utuh, tapi karena aku percaya, anak kita pantas tumbuh dalam keluarga yang utuh. Tapi ketika aku berjuang menjaga itu, kamu bilang: “Gampanglah, nanti bisa VC aja.” Kamu anggap kebersamaan dengan anak bisa digantikan layar. Padahal aku tahu, dan kamu pun tahu, seorang anak butuh lebih dari sekadar suara. Dia butuh pelukan, kehadiran, dan rasa aman.
Sekarang setelah semua sudah kamu pilih — kebebasanmu, kehidupanmu, bahkan orang lain — kenapa kamu masih merasa perlu memperebutkan anakku? Mengklaim seolah-olah dia ingin tinggal denganmu, padahal dia tidak pernah berkata begitu. Kamu tidak hadir, tidak bertanya kabarnya dengan tulus, tapi tiba-tiba menganggap dirimu tokoh penting dalam hidupnya.
Aku tidak akan berperang denganmu. Aku tidak akan memaksa anak untuk mencintai siapa pun. Tapi aku akan selalu berdiri di sisinya, mencintainya dengan nyata, setiap hari. Bukan dengan janji, bukan dengan pencitraan.
Kalau kamu benar-benar mencintai anak kita, cintailah dia dengan tulus. Jangan jadikan dia alat untuk melukai, mengontrol, atau membalas. Aku tak butuh pengakuan darimu. Aku hanya ingin kamu berhenti mencampuri dengan niat yang palsu.
Karena aku tahu satu hal pasti: anak kita akan tumbuh dengan ingatan — dan anak tidak pernah lupa siapa yang benar-benar hadir.
Dari aku,
Ibu yang tetap bertahan demi anaknya.
Komentar
Posting Komentar