Langsung ke konten utama

Hanya Segores Cerita Senja

Terdengarku dalam ceritamu sahabat
Ceritamu tentang kisahmu
Kisahmu dengan ia yang kau sayang...

Di temani senja kita berbincang,
"Aku meninggalkannya, meninggalkan ia yang sudah menemaniku... Menemaniku selama lebih dari tiga tahun lamanya".
Aku tersentak."Kau serius? Mengapa kau melakukan itu? bagaimana dengan ia? Dengan perasaannya?"
"Aku tak tahu. Yang kurasakan hanya semakin meragu hati ini untuk terus menjalani kisah dengannya. Meski hati ini masih sangat menyayanginya. Tapi jika terus bersama, hanya akan ada hati yang tersakiti. Ia berhak mendapatkan yang lebih baik lagi", jelasnya. "Klise", sentakku. "Apa kau sudah ada yang lain hah? Sudah adakah? Apa yang kau jelaskan padanya? Terimakan ia?", cecarku padanya.
"Aku sudah berusaha semaksimal yang aku bisa. Tapi hati ini terus mengatakan bahwa aku harus meninggalkannya. Ya, aku tidak tahu. Tapi benar adanya, aku merasakan tatapan lain yang seharusnya kudapatkan dari dia...", kemudian ia terdiam. "Lalu?", tanyaku. "Ya, aku meninggalkannya. Biarlah, sikapku akan sangat menyakitkan baginya. Biarlah aku membuatnya mati rasa padaku. Biarlah ia membenciku. Itu lebih baik daripada ia terus mengharapkan kebahagiaan dariku..."
Kembali aku tersentak. Tuhan, kau kembali membuka mataku perihal realita. Realita dari kedua sisi. 
"Ya, apapun alasanmu...jangan pernah meninggalkannya dalam ketidakjelasan. Menyakiti dengan membuatnya mati rasa memang terkadang solusi baik. And this is a life, selalu akan ada pihak yang meninggalkan dan ditinggalkan. Selalu akan ada pihak yang menyakiti dan tersakiti. Selalu akan ada pihak yang bahagia dan bersedih. Dan selalu ada pihak yang terpuruk dan bersyukur. Namun, dibalik itu semua pada akhirnya selalu akan ada pihak yang bangkit dan semakin lebih dewasa"
Ia terdiam......

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anakku..

Dear, kakak Andra. Izinkan mama menulis sebuah tulisan yang mama harap kelak kakak bisa baca dan tersampaikan apa yang mama mau bilang ke kakak. Kakak, selamat bertambah usia. Tak terasa sudah 4 tahun lalu kita sama-sama berjuang untuk kakak bisa melihat dunia. Semua suka duka sudah kita lalui 4 tahun ini.  Teringat memori saat pertama kali melihat kakak terlahir ke dunia, lalu perlahan kakak tumbuh besar hingga tak terasa usia kakak tahun ini menginjak 4 tahun. Kakak, terima kasih sudah hadir di dunia ini. Terima kasih sudah menjadi anak mama. Setiap bicara dengan kakak, mama gak bisa terlepas dari kata maaf maaf dan maaf. Maaf mama belum bisa memberikan kakak sebuah keluarga yang utuh untuk kakak. Mama hanya bisa mengusahakan sebuah kasih sayang yang utuh untuk kakak. Begitu banyak hal yang sangat mama syukuri karena punya kakak di hidup mama. O iya kakak, tahun ini kakak sudah mulai bersekolah. Kakak minta sekolah sama mama. Saat mama trial, ternyata kakak nyaman belajar dan raj...

Untukmu, Perempuan Itu..

Lihatlah aku sekarang. Aku tidak datang untuk siapa-siapa, hanya untuk anakku. Tapi tetap, aku hadir dengan tenang, percaya diri, dan utuh. Aku tidak datang untuk bersaing, karena aku tidak butuh pembuktian. Aku sudah menang saat aku memilih menjadi ibu yang penuh kasih dan tetap menjaga martabatku. Kau mungkin mengamatiku diam-diam, tapi yang kau lihat bukan perempuan lemah yang pernah disakiti. Yang kau lihat adalah aku—yang tetap berdiri kuat, yang tahu batas, yang tahu cara mencintai tanpa harus merebut. Aku tidak iri, tidak ingin kembali, dan tidak menyimpan luka yang membuatku rendah. Aku tahu posisiku, dan aku nyaman di dalamnya. Aku tidak mengambil apa pun darimu, karena aku tidak butuh apa yang kamu punya. Aku sudah punya cukup: diriku sendiri dan anakku—dan itu tak ternilai. Dari aku, Ibu yang sangat mencintai anaknya.

Untuk Diriku yang Terluka, Tapi Tak Terkalahkan

Aku tahu rasanya disisihkan. Melihat mereka yang mengkhianatiku malah tertawa bahagia, hidup berkelimpahan, dan anakku ikut tersenyum saat dirangkul oleh orang yang dulu menghancurkan rumahku. Sakit itu nyata. Aku tidak akan pura-pura kuat. Tapi aku juga tidak akan tenggelam dalam luka yang mereka tinggalkan. Karena aku tahu... aku bukan orang yang lari. Aku adalah orang yang tetap tinggal saat badai datang. Aku adalah ibu yang tetap berdiri, bahkan saat dunia menganggapku tidak cukup. Mereka mungkin merasa menang. Mereka mungkin merasa berhasil mendapatkan yang mereka mau. Tapi aku tahu, cinta sejati bukan yang datang saat nyaman, tapi yang tetap tinggal saat sulit. Anakku, jika suatu hari kamu membaca ini, ketahuilah: aku tidak sempurna. Tapi aku memilih diam dan berjuang, bukan karena lemah, melainkan karena aku ingin kamu tumbuh dalam cinta, bukan kebencian. Kalau kamu tertawa saat bersama ayahmu, aku tidak akan cemburu. Karena bahagiaku bukan dari siapa yang...