Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2025

Untuk Anakku...

Untuk Anakku yang Hebat, Sejak usia 8 bulan, kamu sudah belajar menjadi kuat tanpa kehadiran ayah yang memilih jalan lain. Tapi kamu tumbuh luar biasa—penuh tawa, semangat, dan kasih sayang. Mama ingin kamu tahu, kamu bukan kurang. Kamu lebih. Kamu bukti bahwa luka bisa melahirkan cahaya, bahwa kehilangan bisa diganti dengan cinta yang lebih besar. Terima kasih sudah menjadi anak yang begitu hebat. Kamu adalah alasan Mama terus berdiri, terus berjuang, dan terus percaya bahwa hidup tetap bisa indah. Kamu tidak sendiri, Nak. Selalu ada Mama—teman setia, pelindungmu, dan penyemangatmu, selamanya. Dengan cinta yang tak pernah habis, Mama

Untukmu, Perempuan Itu..

Lihatlah aku sekarang. Aku tidak datang untuk siapa-siapa, hanya untuk anakku. Tapi tetap, aku hadir dengan tenang, percaya diri, dan utuh. Aku tidak datang untuk bersaing, karena aku tidak butuh pembuktian. Aku sudah menang saat aku memilih menjadi ibu yang penuh kasih dan tetap menjaga martabatku. Kau mungkin mengamatiku diam-diam, tapi yang kau lihat bukan perempuan lemah yang pernah disakiti. Yang kau lihat adalah aku—yang tetap berdiri kuat, yang tahu batas, yang tahu cara mencintai tanpa harus merebut. Aku tidak iri, tidak ingin kembali, dan tidak menyimpan luka yang membuatku rendah. Aku tahu posisiku, dan aku nyaman di dalamnya. Aku tidak mengambil apa pun darimu, karena aku tidak butuh apa yang kamu punya. Aku sudah punya cukup: diriku sendiri dan anakku—dan itu tak ternilai. Dari aku, Ibu yang sangat mencintai anaknya.

Untuk kamu, Ayah dari anakku...

Aku menulis ini bukan karena ingin berdebat, apalagi memperebutkan sesuatu. Aku menulis ini karena aku lelah memendam semuanya sendiri. Dulu aku bertahan dalam pernikahan kita — bukan karena cinta yang masih utuh, tapi karena aku percaya, anak kita pantas tumbuh dalam keluarga yang utuh. Tapi ketika aku berjuang menjaga itu, kamu bilang: “Gampanglah, nanti bisa VC aja.” Kamu anggap kebersamaan dengan anak bisa digantikan layar. Padahal aku tahu, dan kamu pun tahu, seorang anak butuh lebih dari sekadar suara. Dia butuh pelukan, kehadiran, dan rasa aman. Sekarang setelah semua sudah kamu pilih — kebebasanmu, kehidupanmu, bahkan orang lain — kenapa kamu masih merasa perlu memperebutkan anakku? Mengklaim seolah-olah dia ingin tinggal denganmu, padahal dia tidak pernah berkata begitu. Kamu tidak hadir, tidak bertanya kabarnya dengan tulus, tapi tiba-tiba menganggap dirimu tokoh penting dalam hidupnya. Aku tidak akan berperang denganmu. Aku tidak akan memaksa anak untuk mencintai siapa pun. ...